Langsung ke konten

Langsung ke daftar isi

Apakah Saudara Merasa Disalah Mengerti?

Apakah Saudara Merasa Disalah Mengerti?

Apakah Saudara Merasa Disalah Mengerti?

MARCHEL merasa gelisah. Tak ada angin dan tak ada hujan, teman akrabnya, Andre, tiba-tiba bersikap dingin kepadanya. * Beberapa kali Marchel memberi salam tapi tak digubris, dan bahkan sewaktu mereka sedang bersama-sama, sepertinya ada dinding pemisah di antara mereka. Marchel mulai khawatir jangan-jangan dia telah melakukan atau mengatakan sesuatu yang disalah mengerti oleh temannya itu. Tapi apa?

Kesalahpahaman adalah hal yang lumrah. Banyak dari antaranya sepele dan mudah diluruskan. Ada juga yang dapat sangat mengecilkan hati, khususnya bila Saudara telah mengerahkan segenap upaya untuk menghilangkannya tetapi ternyata orang lain tetap memiliki kesan yang salah mengenai Saudara. Mengapa kesalahpahaman timbul? Bagaimana hal ini dapat mempengaruhi orang yang bersangkutan? Apa yang dapat Saudara lakukan bila orang lain menyalahartikan sesuatu yang Saudara lakukan? Apakah pandangan orang lain terhadap Saudara memang harus dipedulikan?

Kenyataan yang Tak Terelakkan

Karena tak seorang pun dapat membaca pikiran dan niat sesamanya, cepat atau lambat perkataan maupun tindakan kita pasti akan disalahartikan orang. Ada banyak sekali hal yang berpotensi menimbulkan kesalahpahaman. Kadang-kadang, kita tidak mampu mengekspresikan apa yang ada dalam pikiran kita dengan jelas dan tepat. Bunyi gaduh dan gangguan lain dapat menyimpangkan perhatian sehingga orang lain tidak dapat memberikan perhatian penuh pada apa yang kita katakan.

Perangai dan tindakan tertentu juga dapat memicu kesalahpahaman. Sebagai contoh, seseorang yang pemalu dapat dengan keliru dianggap dingin, acuh tak acuh, atau sombong. Pengalaman pribadi di masa lalu bisa jadi membuat seseorang, dalam situasi-situasi tertentu, bertindak berdasarkan emosi dan bukan akal sehat. Perbedaan budaya dan bahasa mengakibatkan orang-orang sulit mengerti satu sama lain tidak seperti yang mereka harapkan. Ditambah lagi bila ada laporan yang tidak benar serta gosip, sehingga tidaklah mengejutkan jika penilaian orang akan apa yang kita katakan dan lakukan sering kali bertolak belakang dengan niat kita yang sebenarnya. Tentu, fakta-fakta ini saja tidaklah cukup untuk menenangkan hati orang-orang yang merasa niatnya disalahtafsirkan.

Sebagai contoh: Pada suatu ketika, Silfana dengan polos berkomentar tentang popularitas sahabatnya. Sewaktu komentar itu sampai ke telinga sang sahabat tersebut, yang tidak tahu persis duduk persoalannya, betapa terkejut dan bingungnya Silfana saat ia dilabrak oleh sahabatnya itu di muka umum, dituduh iri atas perhatian seorang teman pria kepada sahabatnya itu. Komentar Silfana benar-benar telah disalah mengerti, dan sia-sialah segala upayanya untuk meyakinkan sahabatnya bahwa dia tidak berniat jahat. Keadaan ini sangat memedihkan hati Silfana, dan butuh waktu lama untuk meluruskan kesalahpahaman itu.

Cara orang lain menilai Saudara sering kali bergantung pada persepsi pribadi mereka mengenai niat Saudara. Jadi, wajar jika Saudara merasa kesal sewaktu orang lain menyalahartikan motif Saudara. Saudara mungkin akan marah, merasa bahwa sebenarnya tidak ada alasan bagi siapa pun untuk salah paham terhadap Saudara. Bagi Saudara, penilaian semacam itu adalah prasangka, kritis, atau sama sekali tidak benar, dan hal ini dapat sangat menyakitkan—terutama jika Saudara menilai bahwa pendapat orang tentang Saudara benar-benar tidak adil.

Meskipun Saudara merasa jengkel dengan penilaian orang lain terhadap Saudara, sepatutnyalah Saudara merespek pandangan orang lain. Tidaklah bersifat Kristen jika kita mengabaikan pandangan orang lain, dan kita tentunya tidak akan pernah menginginkan perkataan ataupun tindakan kita sampai menimbulkan dampak yang merugikan bagi orang lain. (Matius 7:12; 1 Korintus 8:12) Jadi, kadang-kadang Saudara memang perlu berupaya meluruskan pandangan seseorang yang salah mengenai Saudara. Akan tetapi, kekhawatiran yang berlebihan untuk memperoleh perkenan orang lain dapat menyebabkan hilangnya respek terhadap diri sendiri atau perasaan ditolak. Bagaimanapun juga, nilai Saudara yang sesungguhnya tidak bergantung pada apa yang orang lain pikirkan tentang Saudara.

Di pihak lain, Saudara mungkin menyadari bahwa kritikan terhadap Saudara memang berdasar. Hal itu, juga, menyakitkan, namun bila Saudara dengan lapang hati dan jujur mengakui ketidaksempurnaan Saudara sendiri, pengalaman seperti itu dapat terbukti bermanfaat, memotivasi Saudara untuk membuat perubahan-perubahan yang dibutuhkan.

Konsekuensi yang Negatif

Kesalahpahaman bisa jadi tidak sampai menyebabkan akibat serius, namun bisa pula sebaliknya. Sebagai contoh, Saudara mendengar seorang pria sedang berbicara dengan suara keras di sebuah restoran, lalu menyimpulkan bahwa orang itu suka mencari perhatian atau sedang pamer. Penilaian Saudara bisa jadi salah. Mungkin lawan bicara pria itu memiliki gangguan pendengaran. Atau, mungkin seorang pramuniaga kelihatannya kurang ramah, padahal mungkin dia sedang tidak enak badan. Meski kesalahpahaman seperti itu menyebabkan kesan negatif, kemungkinan besar hal itu tidak akan berdampak serius atau berkepanjangan. Namun, kadang-kadang kesalahpahaman dapat memicu bencana. Coba pertimbangkan dua episode sejarah bangsa Israel kuno berikut ini.

Ketika Nahas, raja Ammon, meninggal, Daud mengirim utusan-utusannya untuk menghibur Hanun, putra sang mendiang, yang baru saja menjadi raja menggantikan ayahnya. Akan tetapi, kunjungan para utusan itu disalahtafsirkan sebagai musuh yang memata-matai daerah bangsa Ammon, dan hal ini menyebabkan Hanun pertama-tama mempermalukan para utusan ini dan kemudian mengadakan perang melawan bangsa Israel. Akibatnya, sedikitnya 47.000 orang meninggal—semuanya karena kesalahpahaman akan suatu niat baik.—1 Tawarikh 19:1-19.

Dalam sejarah Israel jauh sebelumnya, ada kesalahpahaman yang diselesaikan dengan cara yang berbeda. Suku Ruben, Gad, dan setengah dari suku Manasye membangun mezbah yang mencolok di seberang Sungai Yordan. Orang Israel lainnya memandang hal ini sebagai tindakan ketidaksetiaan, suatu pemberontakan melawan Yehuwa. Oleh karena itu, mereka bergabung untuk mengambil tindakan militer. Sebelum melangkah terlalu jauh, orang-orang Israel ini mengirim utusan untuk menyatakan kemarahan atas tindakan yang dianggap sebagai pemberontakan itu. Tindakan ini sungguh tepat, karena suku-suku pembuat mezbah itu menjelaskan bahwa mereka sebenarnya tidak berniat untuk berpaling dari ibadat sejati. Sebaliknya, mezbah itu berfungsi sebagai tanda bukti kesetiaan mereka kepada Yehuwa. Kesalahpahaman ini berpotensi mengakibatkan pertumpahan darah, namun hikmat menghindarkan mereka dari akibat-akibat yang menyedihkan.—Yosua 22:10-34.

Menjernihkan Masalahnya dengan Semangat Kasih

Dengan membandingkan kedua kisah ini, kita mendapat pelajaran penting. Jelaslah, mengetahui duduk persoalannya adalah tindakan yang paling bijaksana. Dalam episode yang terakhir dibahas, coba bayangkan berapa banyak nyawa yang terluput hanya karena ada pembicaraan antara kedua belah pihak! Dalam kebanyakan kasus, jika Saudara gagal memahami niat orang lain yang sebenarnya, taruhannya bukan nyawa, melainkan persahabatan. Jadi, jika Saudara merasa bahwa seseorang memperlakukan Saudara dengan tidak patut, apakah Saudara yakin bahwa Saudara mengetahui situasi yang sebenarnya, ataukah Saudara hanya salah paham saja? Apa motif dia sebenarnya? Tanyalah padanya. Apakah Saudara merasa disalah mengerti? Bicarakanlah. Jangan biarkan gengsi merintangi niat Saudara.

Yesus memberikan anjuran yang sangat bagus untuk menyelesaikan kesalahpahaman, ”Maka, jika engkau membawa pemberianmu ke mezbah dan di sana engkau mengingat bahwa ada sesuatu yang membuat saudaramu tidak senang, tinggalkan pemberianmu di sana di depan mezbah, dan pergilah; berdamailah dahulu dengan saudaramu, dan kemudian, pada waktu engkau kembali, persembahkanlah pemberianmu.” (Matius 5:23, 24) Jadi, sangatlah tepat untuk mendekati orang tersebut secara pribadi, tanpa melibatkan orang lain. Masalahnya akan bertambah buruk jika pihak yang menyinggung perasaan Saudara sudah lebih dulu mendengar keluhan Saudara dari orang lain. (Amsal 17:9) Saudara hendaknya bertujuan untuk memperoleh perdamaian dengan semangat kasih. Dengan tenang, terangkan persoalannya dengan kata-kata yang jelas, sederhana, dan tidak bernada menuduh. Jelaskan bagaimana situasi itu mempengaruhi Saudara. Kemudian, dengarkan secara objektif sudut pandang orang itu. Jangan terburu-buru menuduhkan motif yang salah. Bersedialah mempercayai orang lain bahwa mereka tidak mempunyai motif yang merugikan. Ingatlah, kasih ”percaya segala sesuatu”.—1 Korintus 13:7.

Tentu saja, sekalipun kesalahpahaman sudah dijernihkan, mungkin masih ada rasa sakit hati atau konsekuensi negatif yang harus ditanggung. Jika demikian halnya, apa yang dapat dilakukan? Bila perlu, sampaikanlah permintaan maaf yang tulus, dibarengi dengan tindakan lain yang sewajarnya dapat dilakukan sewaktu meluruskan masalah itu. Dalam situasi semacam itu, pihak yang disakiti hendaknya menerapkan nasihat terilham ini, ”Teruslah bersabar seorang terhadap yang lain dan ampuni satu sama lain dengan lapang hati jika ada yang mempunyai alasan untuk mengeluh sehubungan dengan orang lain. Sama seperti Yehuwa dengan lapang hati mengampuni kamu, lakukan itu juga. Tetapi selain semua perkara ini, kenakanlah kasih, sebab itu adalah ikatan pemersatu yang sempurna.”—Kolose 3:13, 14; 1 Petrus 4:8.

Selama kita tidak sempurna, kesalahpahaman dan perasaan sakit hati akan tetap ada. Siapa pun dapat membuat kekeliruan atau berbicara dengan cara yang kedengarannya tidak berperasaan dan tidak ramah. Alkitab menandaskan, ”Kita semua sering kali tersandung. Jika seseorang tidak tersandung dalam perkataan, ia adalah manusia sempurna, juga sanggup mengekang seluruh tubuhnya.” (Yakobus 3:2) Karena Allah Yehuwa sangat mengetahui hal ini, Dia telah memperlengkapi kita dengan instruksi ini, ”Janganlah rohmu cepat tersinggung, karena perasaan tersinggung menetap dalam dada orang-orang bebal. Juga, jangan berikan hatimu kepada semua perkataan yang diucapkan orang, supaya engkau tidak mendengar hambamu menyumpahi engkau. Karena hatimu tahu benar bahwa engkau, ya, engkau, juga telah sering kali menyumpahi orang lain.”—Pengkhotbah 7:9, 21, 22.

”Yehuwa Menilai Hati”

Bagaimana jika kelihatannya mustahil untuk memperbaiki pandangan keliru seseorang mengenai kita? Jangan putus asa. Teruslah pupuk dan perlihatkan sifat-sifat Kristen semampu Saudara. Berpalinglah kepada Yehuwa untuk membantu Saudara membuat perbaikan-perbaikan yang diperlukan. Nilai Saudara yang sesungguhnya sebagai suatu pribadi pada akhirnya tidak ditentukan oleh orang lain. Hanya Yehuwa yang dapat ”menilai hati” kita dengan tepat. (Amsal 21:2) Bahkan Yesus sendiri tidak dihormati dan dipandang hina oleh manusia, namun hal itu tidak mempengaruhi cara Yehuwa memandang dia. (Yesaya 53:3) Meskipun beberapa orang mungkin menyalahartikan Saudara, Saudara dapat ’mencurahkan isi hati’ kepada Yehuwa, yakin bahwa Ia mengerti apa yang Saudara rasakan, ”karena cara Allah melihat tidak seperti cara manusia melihat, karena manusia melihat apa yang tampak di mata; tetapi Yehuwa, ia melihat bagaimana hatinya”. (Mazmur 62:8; 1 Samuel 16:7) Jika Saudara terus-menerus melakukan apa yang baik, orang-orang yang membentuk pandangan keliru mengenai Saudara pada waktunya akan menyadari kesalahan mereka dan mengubah pandangan mereka.—Galatia 6:9; 2 Timotius 2:15.

Masih ingat Marchel yang disebutkan di awal artikel ini? Dia mengerahkan keberanian untuk mengikuti saran Alkitab, dan ia berbicara kepada Andre untuk menanyakan apakah ia telah melakukan hal yang mengesalkan. Hasilnya? Andre tercengang. Dia menjawab bahwa Marchel tidak melakukan apa pun yang mengesalkan dia dan meyakinkan bahwa dia tidak pernah bermaksud untuk berubah sikap terhadap Marchel. Kalaupun sikapnya kelihatan dingin, mungkin itu semata-mata karena dia sedang melamun. Andre meminta maaf karena tanpa sengaja telah menyakiti hati Marchel dan berterima kasih karena Marchel telah berterus terang. Andre menambahkan bahwa lain kali dia akan lebih berhati-hati untuk tidak memberikan kesan yang sama terhadap orang lain. Ketegangan antara mereka akhirnya lenyap, dan persahabatan mereka akrab seperti sediakala.

Sungguh pengalaman yang tidak menyenangkan jika disalah mengerti. Akan tetapi, jika Saudara mengambil semua langkah-langkah yang masuk akal untuk menjernihkan permasalahannya dan menerapkan prinsip Alkitab sehubungan dengan kasih dan pengampunan, kemungkinan besar Saudara juga dapat menikmati hasil-hasil yang baik.

[Catatan Kaki]

^ par. 2 Beberapa nama dalam artikel ini telah diganti.

[Gambar di hlm. 23]

Menjernihkan duduk persoalannya dengan semangat kasih dan pengampunan dapat mendatangkan hasil yang membahagiakan